Ketika Pinshawt tiba-tiba pingsan, Claude terperangah dan tangannya gemetar. Dalam sekejap, pikirannya melayang; ia merasa seolah-olah kekuatan supranaturalnya telah terbangun.
"Lihat ini, Pinshawt," ujar Claude dengan suara bergetar.
Pinshawt menatap tajam ke arah yang dimaksud, "Aku melihat huruf-huruf yang tersusun rapi… dan huruf-huruf itu membentuk namaku."
"Benar," sahut Lixs yang mendekat. "Aku pun bisa melihatnya, Kak Claude."
Claude terkejut mendengar Lixs mampu memanfaatkan energi supranatural untuk membaca tulisan misterius itu. "Ternyata kamu juga memiliki kekuatan itu, Lixs. Aku sudah bersamamu selama sepuluh tahun, tapi baru sekarang aku menyadarinya!"
Lixs tersenyum tipis, "Energi ini sudah ada sejak aku berumur empat tahun. Waktu itu, keluargaku pun tercengang melihat betapa kuatnya aku menguasainya. Aku percaya, setiap orang memang memiliki potensi serupa."
Pinshawt masih tampak heran, "Lalu, kenapa aku baru merasakannya sekarang? Mungkinkah energi ini muncul di saat-saat yang tepat?"
Claude menjelaskan dengan lembut, "Sebenarnya, energi supranatural itu telah menyertaimu sejak lahir—bahkan di dalam kandungan ibumu, kau sudah memiliki percikan kekuatan itu."
Zensh orang orang menyebut energi supranatural itu.
"Namun, dari mana asal energi ini? Kok semua orang tiba-tiba memiliki kekuatan luar biasa ini?" tanya Lixs penasaran.
Claude menghela napas panjang, "Menurut cerita yang beredar, lebih dari 500 tahun yang lalu terjadi sebuah peristiwa besar. Saat Bumi berevolusi, muncullah energi kehidupan yang dahsyat. Energi itu, yang kini kita kenal sebagai 'Arcana', mengubah segalanya—manusia, tumbuhan, dan hewan pun berevolusi dengan kekuatan baru."
"Dan ada satu lagi," lanjut Claude pelan, "konon terdapat kekuatan yang lebih misterius, kekuatan Djin. Djin adalah makhluk gaib yang, jika dikuasai, dapat menjadikan pemiliknya sebagai yang terkuat di antara kita."
"Maka, apa sebenarnya Djin itu, Kak?" tanya Pinshawt dengan rasa ingin tahu yang mendalam.
Claude tampak ragu, "Aku hanya mengetahui secuil kisah. Konon, ada kelompok terkenal yang seluruh anggotanya memiliki kekuatan Djin. Aku pernah mendengar salah satu anggotanya sempat…"
"Tidak usah dilanjutkan, Kak," potong Lixs dengan nada sedih. "Membicarakan itu selalu mengingatkan pada masa kelam."
Claude segera meminta maaf, "Maafkan aku, Lixs. Aku tidak bermaksud membuka luka lama."
Setelah suasana menjadi sedikit hening, Claude berusaha mengalihkan perhatian, "Mari kita makan dulu. Nanti kita lanjutkan obrolan ini—saya khawatir makanan kita sudah dingin."
Mereka pun beranjak ke ruang makan. Suasana hangat sesaat terobati dengan canda ringan; Pinshawt bahkan berkomentar, "Masakanmu memang selalu istimewa, Lixs."
Claude menimpali dengan tegas namun ramah, "Makanlah dulu, jangan banyak bicara. Kita sambung cerita nanti."
Setelah makan, Pinshawt rela membantu membersihkan rumah. "Hari ini biar aku yang cuci piring dan bersih-bersih. Kalian cukup istirahat, besok kita harus berangkat ke pusat kota untuk menjual panen."
"Baik, Pinshawt. Tapi jangan paksa dirimu, kalau lelah segera istirahat," ujar Lixs sambil tersenyum.
Keesokan harinya, Claude dan Lixs pun sibuk mengangkut hasil panen ke kuda yang telah siap.
"Kak, apakah semua sudah diangkut? Cek lagi, ada yang kurang?" tanya Lixs.
Claude menghitung dengan cermat, "Satu, dua, tiga… hingga sepuluh kotak. Sudah pas."
"Baik, mari kita berangkat!" seru Lixs dengan semangat.
Kusir kuda memanggil, "Orang yang di sana, silakan naik dulu!"
"Dia tidak ikut, katanya ingin pergi," canda keduanya, lalu mereka melanjutkan perjalanan menuju pusat kota.
Di tengah perjalanan, Lixs bertanya, "Kak, panen ini akan dijual di tempat biasa?"
"Tidak, Lixs. Pembeli lama sudah berhenti produksi. Katanya, ada masalah di tempat itu. Aku sendiri baru kali ini mengirim ke lokasi ini," jawab Claude.
Pinshawt menambahkan, "Aku jadi ingin mencari tahu lebih banyak tentang energi supranatural. Mungkin nanti aku tanya pada teman-teman yang mengerti soal ini."
Sesampainya di tujuan, mereka disambut oleh pemandangan yang mengejutkan.
"Kak, tempat ini penuh dengan orang-orang terlantar, sepertinya mereka kehilangan rumah," ujar Lixs khawatir.
"Memang, Lixs. Tempat ini seperti bekas desa yang pernah hancur karena serangan dahsyat. Tanahnya kini tandus, tak mampu menumbuhkan apa-apa," jelas Claude.
Di balik kegundahan itu, Lixs terdiam sejenak dalam hati. Ia bertekad, "Aku harus mencari tahu siapa yang telah menghancurkan tempat ini dan ke mana ayahku pergi setelah tragedi itu."
Ketika Lixs larut dalam pikirannya, Claude memanggilnya, "Ayo, Lixs, bantu angkat kotak-kotak ini. Kita harus segera menyelesaikan semua pekerjaan."
Lixs mengangguk, "Maaf, Kak. Aku akan segera membantu."
Sementara itu, harapan baru dan teka-teki masa lalu terus menghantui langkah mereka, menanti untuk diungkap dalam bayang-bayang energi dan takdir.