Arcana: Pusaka yang tiba tiba muncul 500 Tahun yang Lalu
Di zaman dahulu, tepatnya 500 tahun yang lalu, dunia menyaksikan kelahiran sebuah benda misterius yang dikenal sebagai Arcana.
Bentuknya sederhana—sebuah cincin berwarna biru tua dengan ukiran kuno yang bersinar dalam kegelapan. Namun, di balik kesederhanaannya, Arcana menyimpan kekuatan yang melampaui pemahaman manusia. Konon, cincin ini adalah peninggalan dari peradaban kuno yang telah lama musnah, sebuah artefak yang mampu menghubungkan pemiliknya dengan dimensi supranatural.
Tragedi di Desa Ao'
Desa Ao', tempat kelahiran Lixs dan Ryuuzaki, telah lama menyimpan Arcana tanpa menyadari betapa berharganya benda itu. Mereka hanya tahu bahwa cincin tersebut diwariskan turun-temurun oleh para penjaga desa, dianggap sebagai simbol perlindungan dan keberuntungan.
Namun, rahasia tidak bisa disembunyikan selamanya.
Kelompok Oblivion, organisasi misterius yang haus akan kekuatan, akhirnya mengetahui keberadaan Arcana di desa Ao'. Tanpa ragu, mereka melancarkan serangan brutal menggunakan kekuatan supranatural.
Mereka memanggil makhluk abstrak dari dimensi lain—Djinn, entitas kegelapan yang terikat oleh pemimpin mereka. Salah satu makhluk terkuat yang mereka lepaskan adalah Flameus Inferno, sebuah Djinn yang mampu menciptakan api dengan suhu begitu tinggi hingga mampu melelehkan besi dan berlian hanya dalam sekejap.
Dalam hitungan jam, desa Ao' berubah menjadi lautan api.
Banyak penduduk yang tewas, rumah-rumah runtuh, dan tanah yang dulunya subur kini hanya menyisakan abu.
Saat kekacauan terjadi, penjaga Arcana, seorang pria tua yang telah mengabdikan hidupnya untuk melindungi pusaka itu, sadar bahwa desa mereka tidak akan selamat. Dalam keputusasaan, ia mengambil keputusan terakhir—menyerahkan Arcana kepada seseorang yang bisa dipercaya.
Ia berlari ke gubuk kecil di tepi desa, tempat seorang kakek tua, teman lamanya, tinggal. Dengan napas tersengal, ia menyerahkan cincin itu dan berkata:
"Jika cincin ini jatuh ke tangan yang salah... dunia akan dikuasai oleh kegelapan. Jagalah Arcana ini, dan temukan seseorang yang bisa menggunakannya dengan bijak."
Kakek itu hanya mengangguk, menyanggupi permintaan terakhirnya sebelum penjaga Arcana itu tewas dalam pertempuran.
Lixs dan Perjalanan Melarikan Diri
Lixs menatap teman-temannya dengan mata penuh keteguhan.
"Ya... teman-teman, kakek yang dimaksud itu adalah kakekku. Sebelum desa Ao' hancur, ia berpesan padaku untuk melindungi Arcana ini dengan nyawaku sendiri. Ia menyuruhku melarikan diri secepat mungkin sebelum Oblivion menemukanku."
Semua orang terdiam, mencerna cerita itu.
Lixs melanjutkan dengan suara pelan, "Aku tidak tahu harus ke mana. Aku hanya terus berlari, menempuh perjalanan tanpa tujuan. Sampai akhirnya, aku bertemu dengan Masaki."
Masaki menyeringai kecil. "Ya, aku ingat saat itu. Aku melihat anak kecil berkeliaran sendirian di tengah hutan, tubuhnya kotor dan penuh luka. Aku membawanya pulang, dan sejak saat itu, ia tinggal bersamaku. Orang tuaku bahkan menganggapnya sebagai anak sendiri."
Lixs tersenyum tipis. "Ya... Sejak saat itu, aku akhirnya memiliki rumah baru."
Lena mengangkat alis, tampak terkejut.
"Tunggu, jadi Masaki dan Ryuuzaki dulu tinggal bersama?! Wah, aku baru tahu!"
Masaki menoleh ke Lena dengan tatapan datar. "Lixs baru saja bergabung dengan kita. Wajar saja kalau dia belum tahu."
Lixs menggaruk kepalanya, sedikit malu. "Jadi... bagaimana akhirnya kita bisa membentuk tim ini? Apa kalian semua memang sudah kenal satu sama lain sejak lama?"
Kaiden, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara.
"Tidak sepenuhnya. Aku dan teman-temanku bergabung belakangan. Kami awalnya tidak tahu soal Arcana, tapi setelah menyadari betapa pentingnya benda itu... kami memutuskan untuk melindunginya bersama-sama."
Ryuuzaki menyeringai meski tubuhnya masih terasa lemah.
"Ya... meskipun kalian tidak punya alasan yang jelas untuk bertarung, aku tahu kalian semua adalah orang-orang yang bisa dipercaya."
Kaiden tertawa kecil.
"Benar. Oh, satu lagi... Kiana itu adikku."
Lixs menoleh dengan mata membelalak. "Tunggu, Kiana adiknya Masaki?! Aku baru tahu juga!"
Kiana, yang berdiri di dekatnya, langsung memerah. "Ih, jangan bilang begitu, Lixs! Malu tahu..."
Masaki menghela napas, "Sudahlah, jangan ganggu dia."
Pemulihan Ryuuzaki
Masaki menoleh ke Ryuuzaki yang perlahan mulai berdiri.
"Hei, kau baik-baik saja?"
Ryuuzaki terkekeh. "Kau selalu khawatir seperti itu, Masaki. Kaiden sudah menyembuhkan lukaku, jadi aku baik-baik saja."
Tiba-tiba, angin berputar di sekitar tubuh Ryuuzaki. Bekas luka di tubuhnya mulai menghilang satu per satu, seolah tidak pernah ada.
Namun, meskipun tubuhnya sembuh, satu hal tetap tidak berubah—lengan kirinya masih hilang.
Kaiden menghela napas, "Maaf, Ryuuzaki... Aku belum bisa menyembuhkan lengan kirimu. Tapi setidaknya, aku sudah menghentikan pendarahannya."
Ryuuzaki mengangguk, "Tidak usah dipikirkan lagi, Kaiden. Kau sudah cukup membantuku."
Tanpa peringatan, Ryuuzaki langsung berdiri tegak dan mulai melakukan gerakan pemanasan.
Teman-temannya hanya bisa menggelengkan kepala.
"Sudah kuduga dia akan begini..." ucap Masaki sambil mendesah.
Kiana tertawa kecil. "Dia memang selalu seperti itu, tapi aku tidak tahu kenapa dia suka melakukan hal konyol seperti ini."
Lixs dalam hati bergumam, "Kenapa orang-orang di sini aneh-aneh, ya?"
Langkah Berikutnya
Setelah semua kembali tenang, Lena angkat bicara.
"Baik, sekarang apa rencana kita? Apakah kita kembali ke tempat tadi atau mencari persembunyian baru?"
Ryuuzaki menyeringai. "Aku juga sudah menunggu pertanyaan itu. Bagaimana, teman-teman? Ada saran?"
Lixs tiba-tiba melangkah ke depan.
"Ikut aku. Ada seseorang yang harus kita temui."
Masaki mengangkat alis. "Kemana kita akan pergi?"
Lixs hanya tersenyum misterius.
"Sudah, ikuti saja aku. Jangan banyak tanya."
Mereka semua saling bertukar pandang sebelum akhirnya mengangguk dan mengikuti Lixs menuju takdir baru yang menanti mereka.