Cherreads

Chapter 2 - First Steps to the Outside World

Cahaya lembut matahari sore menyusup di antara dedaunan hutan yang rimbun. Udara di dalam hutan terasa sejuk, dengan aroma tanah yang basah dan suara burung-burung yang bersahutan di kejauhan. Langkah Seferce Alzamagh terdengar lembut saat ia berjalan melewati pepohonan raksasa yang menjulang tinggi, membentuk kanopi alami di atas kepalanya. Ini adalah pertama kalinya ia melangkah keluar dari tempat yang selama ini menjadi rumahnya—hutan terlarang yang mengelilingi kastil keluarganya.

Angin berhembus perlahan, menerpa rambut putih keperakannya yang berkilauan di bawah sinar matahari. Mata emasnya yang tajam menatap lurus ke depan, memandangi batas hutan yang semakin dekat. Perasaan aneh menyelimuti dirinya—campuran antara rasa penasaran dan kebebasan. Sejak kecil, ia selalu mendengar bahwa dunia di luar sana luas dan penuh keajaiban. Kini, untuk pertama kalinya, ia bisa melihatnya sendiri.

Saat akhirnya ia melangkah keluar dari bayangan pepohonan, pemandangan yang terbentang di hadapannya membuatnya terdiam. Langit biru terbuka luas, dengan awan putih berarak perlahan. Hamparan padang rumput hijau terbentang sejauh mata memandang, dihiasi oleh bukit-bukit kecil yang bergelombang. Di kejauhan, ia bisa melihat jalan tanah yang berkelok-kelok menuju sebuah desa yang tampak kecil dari tempatnya berdiri.

Seferce menarik napas dalam-dalam, menikmati udara segar yang berbeda dengan atmosfer dalam hutan. Tanpa sadar, sebuah senyuman kecil muncul di wajahnya. Ia mulai melangkah, awalnya dengan tenang, tetapi kemudian ia mulai berlari. Angin menerpa wajahnya, membuat jubah hitam yang ia kenakan berkibar di belakangnya. Perasaan kebebasan ini begitu luar biasa. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa hidup.

Setelah beberapa saat berlari tanpa tujuan, Seferce memperlambat langkahnya. Ia mulai berjalan santai, membiarkan pikirannya berkelana. Dunia luar ini penuh dengan kemungkinan. Apa yang akan ia temui? Petualangan macam apa yang menunggunya? Ia membayangkan dirinya menjelajahi berbagai tempat, bertarung melawan monster, bertemu dengan orang-orang baru, dan menggali misteri dunia yang belum pernah ia ketahui. Pikiran itu membuatnya bersemangat.

Namun, di tengah lamunannya, telinganya yang tajam menangkap sesuatu. Sebuah suara. Lirih pada awalnya, tetapi semakin jelas ketika ia memfokuskan pendengarannya.

"Tolong!, tolong kami! Tolong!"

Suara itu datang dari arah jalan yang tidak terlalu jauh darinya. Seferce mengerutkan alisnya. Tanpa berpikir panjang, ia bergegas menuju sumber suara tersebut. Langkahnya ringan, hampir tanpa suara, namun kecepatannya luar biasa. Dalam hitungan detik, ia tiba di tempat kejadian.

Di hadapannya, sebuah kereta kuda terjebak di tengah jalan. Tiga kuda yang menarik kereta itu meringkik ketakutan, sementara seorang pria tua dengan pakaian khas pedagang berusaha menenangkan mereka. Seorang wanita berdiri di samping kereta, memeluk seorang gadis muda yang tampaknya ketakutan. Di sekitar mereka, sekelompok bandit bersenjata berdiri dengan ekspresi kejam di wajah mereka.

Salah satu bandit, yang tampaknya pemimpin mereka, maju selangkah. "Serahkan semua barang berharga kalian, dan mungkin kami akan membiarkan kalian hidup."

Pria tua itu menelan ludah. Tangannya gemetar saat ia melangkah maju, berusaha menenangkan situasi. "Kami hanya pedagang yang lewat. Tolong, jangan sakiti kami. Ambillah barang yang kalian mau, tetapi biarkan kami pergi."

Bandit itu menyeringai. "Sayangnya, kami tidak hanya menginginkan barang. Wanita itu juga terlihat cukup menarik."

Mata Seferce menyipit. Ia bisa merasakan ketakutan dari keluarga itu. Ia bisa melihat bagaimana gadis muda itu memeluk ibunya dengan erat, bagaimana pria tua itu mencoba melindungi keluarganya meski jelas ia ketakutan. Amarah perlahan membara di dalam dirinya.

Tanpa suara, ia melangkah maju.

"Cukup," katanya, suaranya tenang namun membawa kekuatan yang tak terbantahkan.

Para bandit tersentak. Mereka menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang pemuda berdiri tidak jauh dari mereka. Dengan rambut Putih Keperakan dan mata emas yang bersinar, ia terlihat tidak seperti manusia biasa.

Pemimpin bandit itu mendengus. "Siapa kau? Mau sok jadi pahlawan, hah?"

Seferce tidak menjawab. Ia hanya menatap mereka dengan tatapan dingin. Dan kemudian, hanya dengan satu kata, ia mengakhiri semuanya.

"Mati."

Dalam sekejap, tubuh para bandit itu menegang. Mata mereka melebar ketakutan, dan dalam hitungan detik, mereka jatuh satu per satu. Tidak ada jeritan, tidak ada perlawanan. Mereka mati begitu saja, seolah-olah nyawa mereka terlepas dari tubuh mereka dalam sekejap mata.

Keheningan menyelimuti tempat itu.

Pria tua itu, istrinya, dan anak perempuannya menatap Seferce dengan mata penuh keterkejutan. Mereka tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Tidak ada pedang yang dihunus, tidak ada sihir yang terlihat. Hanya satu kata, dan para bandit itu lenyap begitu saja.

Pria tua itu akhirnya berhasil mengumpulkan keberaniannya. Dengan langkah hati-hati, ia mendekat dan membungkuk dalam-dalam. "T-Tuan muda... siapa Anda?"

Seferce menatapnya sejenak sebelum menjawab dengan suara tenang, "Aku hanya seorang pengembara."

Pria itu menelan ludah sebelum akhirnya tersenyum. "Terima kasih telah menyelamatkan kami. Nama saya Gondo Liamelda, seorang pedagang keliling. Ini istri saya, Sifiel, dan putri kami, Fiel. Kami sangat berhutang budi kepada Anda."

Fiel, gadis muda itu, masih tampak ketakutan, tetapi matanya dipenuhi rasa ingin tahu saat ia menatap Seferce. "K-Kakak... siapa sebenarnya kakak ini?"

Seferce tersenyum tipis. "Hanya seseorang yang kebetulan lewat, Panggil Saja aku Seferce."

Gondo mengangguk cepat. "Kami dalam perjalanan menuju kota manusia. Jika Anda tidak keberatan, izinkan kami mengantar Anda sebagai tanda terima kasih."

Seferce berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah. Aku akan ikut."

Dengan itu, ia melangkah ke dalam kereta, tanpa mengetahui bahwa ini adalah awal dari perjalanannya yang sesungguhnya—sebuah perjalanan yang akan membawanya jauh lebih dalam ke dunia yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.

-----

Suara roda kayu yang berderak di atas jalan tanah terdengar pelan, berpadu dengan derap langkah kuda yang menarik kereta. Seferce duduk di dalamnya, berhadapan dengan keluarga Liamelda yang masih tampak sedikit canggung di hadapannya. Gondo, pria paruh baya dengan janggut lebat, sesekali melirik Seferce dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. Di sampingnya, istrinya, Sifiel, duduk dengan anggun sambil sesekali merapikan rambut putrinya, Fiel, yang tampaknya masih sedikit takut namun juga tertarik dengan sosok penyelamat mereka.

Seferce diam. Ia menatap ke luar jendela kereta, memperhatikan pemandangan padang rumput luas yang terbentang di sepanjang perjalanan. Langit mulai berubah warna, menandakan sore menjelang malam. Udara terasa semakin sejuk, angin berhembus lembut, membawa aroma tanah dan dedaunan yang mulai kering.

Gondo akhirnya memecah keheningan. "Tuan Seferce... Anda benar-benar penyelamat kami. Jika bukan karena Anda, mungkin kami sudah..." Ia tidak melanjutkan kalimatnya, hanya menggeleng kecil sambil tersenyum getir.

Seferce tetap diam sejenak sebelum akhirnya berbicara dengan suara tenang. "Aku hanya kebetulan lewat."

Sifiel tersenyum lembut. "Tetap saja, kebetulan itu telah menyelamatkan nyawa kami. Kami tidak tahu bagaimana harus membalas budi ini."

Fiel yang sejak tadi diam akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. "Kakak... eh, maksudku, Tuan Seferce... bagaimana Anda bisa melakukan itu? Bandit-bandit itu... mereka mati begitu saja... hanya dengan satu kata."

Seferce menatap gadis itu. Matanya yang emas bersinar samar di bawah cahaya senja, membuat Fiel sedikit tertegun. Namun, ia tidak menjawab pertanyaan itu secara langsung. "Itu bukan sesuatu yang perlu kalian khawatirkan."

Gondo tampak ingin bertanya lebih lanjut, tetapi ia menahan dirinya. Ia tahu ada hal-hal yang sebaiknya tidak dipertanyakan lebih jauh. Lagipula, penyelamat mereka tampaknya bukan orang biasa.

Suasana kembali hening. Hanya suara kuda dan roda kereta yang terus bergerak menyertai perjalanan mereka.

Setelah beberapa saat, Gondo akhirnya berbicara lagi, kali ini dengan nada lebih santai. "Tuan Seferce, jika boleh tahu, apa tujuan Anda ke kota manusia?"

Seferce berpikir sejenak. Sejujurnya, ia tidak memiliki tujuan yang pasti. Ia hanya ingin melihat dunia luar, bertemu orang-orang, dan memahami seperti apa dunia yang ia impikan ini. "Aku hanya ingin melihat-lihat," jawabnya singkat.

Gondo mengangguk. "Kalau begitu, saya bisa membantu Anda. Saya sudah lama berdagang di kota manusia. Saya bisa mengenalkan Anda pada beberapa orang jika Anda mau."

Seferce menoleh sedikit, menatap Gondo dengan ekspresi datar. "Terima kasih."

Malam mulai turun perlahan. Cahaya jingga matahari mulai digantikan oleh sinar bulan yang muncul di ufuk timur. Gondo menepuk bahu putrinya. "Fiel, sebaiknya kau tidur. Kita masih punya perjalanan panjang besok."

Fiel mengangguk pelan dan bersandar pada ibunya. Sifiel mengusap kepala anaknya dengan lembut, sementara Seferce tetap menatap ke luar jendela. Ia tidak merasa lelah, tidak merasa mengantuk. Sejak awal, ia menyadari bahwa tubuhnya berbeda. Ia tidak membutuhkan tidur atau makanan seperti manusia biasa.

Gondo menghela napas panjang. "Kita akan sampai di kota besok siang. Semoga perjalanan kita tetap aman."

Seferce tidak menjawab. Ia hanya terus menatap langit malam, membiarkan pikirannya mengembara. Apa yang akan ia temui di kota nanti? Petualangan seperti apa yang menantinya?

Hanya waktu yang akan menjawab...

------

— To be continued

More Chapters