Saat Solor dan Wus Wus mulai menemukan ritme perjalanan mereka, kabut pekat tiba-tiba menyelimuti jalur. Suhu turun drastis. Langkah Wus Wus menjadi ragu.
Dari dalam kabut, sosok samar mulai terlihat—seseorang berdiri di tengah jalan, mengenakan pakaian yang sangat familiar bagi Solor.
Itu dirinya sendiri.
Solor tertegun. Sosok itu adalah Solor dari masa lalu, mengenakan pakaian Pengembara Bulan Sabit saat ia masih berjaya. Matanya tajam, penuh keyakinan yang kini terasa asing.
"Apa yang kau cari di sini?" tanya bayangan itu dengan suara berat.
Solor menelan ludah. "Aku mencari jalan…"
Bayangan itu mendekat, tatapannya dingin. "Jalan? Atau jawaban?"
Seolah dihantam oleh gelombang waktu, Solor teringat dirinya sepuluh tahun lalu—momen ketika ia pertama kali melewati Jalur Lumut dengan penuh semangat, yakin akan menemukan cara memurnikan Batin Pangikrar. Tapi waktu berlalu, keyakinan itu memudar, hanya menyisakan keraguan.
Tiba-tiba, Wus Wus menggeram, telinganya tegak. Bayangan Solor tersenyum tipis, lalu menghilang bersama kabut yang perlahan mereda.
Solor menghela napas berat. Apakah itu sekadar halusinasi? Atau peringatan dari Jalur Lumut?
Satu hal yang pasti—ia tidak bisa terus berlari dari pencarian ini.