Ketika pertama kali melintasi Pegunungan Lumut, Solor yang masih muda juga kehilangan arah. Namun saat itu, ia memiliki sesuatu yang tidak ia sadari betapa berharganya—kesabaran. Ia mengukir tanda di batu putih, menancapkan ranting dengan pola tertentu, menyusun susunan batu kecil di titik-titik yang ia anggap penting. Semua itu ia lakukan tanpa berpikir panjang. Itu adalah caranya meninggalkan jejak. Bukan untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri di masa depan.
Dan sekarang, dirinya di masa depan benar-benar membutuhkannya.
Ia bangkit, matanya menajam. Di mana tanda itu?
Kakinya melangkah dengan sisa keberanian yang ia miliki, meraba setiap permukaan batu, setiap batang pohon. Hutan masih sama, tapi tanda-tandanya telah tertelan oleh waktu, oleh lumut yang menutupinya, oleh akar yang menyelimutinya.