Cherreads

Harapan Baru Timnas Indonesia

KotaGGpoker
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
71
Views
Synopsis
Kisah ini mengikuti perjalanan Raul, seorang remaja berbakat berusia 16 tahun, dalam meniti karir sepak bolanya yang dimulai dari akademi. Bab pertama berlatar di Stadion Utama Gelora Bung Karno saat Raul mendapatkan kesempatan debut bersama tim Garuda Muda U-17 dalam sebuah laga persahabatan melawan Malaysia. Meskipun memiliki julukan "Si Kancil" karena kelincahan dan kemampuan tekniknya, Raul memulai pertandingan dari bangku cadangan, mengagumi kapten tim, Arya, dari pinggir lapangan. Atmosfer megah GBK dengan ribuan suporter yang memadati stadion memberikan tekanan sekaligus motivasi bagi Raul. Kesempatan emas datang di menit-menit akhir pertandingan ketika Arya mengalami cedera dan Raul ditunjuk untuk menggantikannya. Di bawah sorotan lampu stadion dan tekanan skor imbang, Raul harus membuktikan kemampuannya di lini tengah. Bab ini berakhir dengan pertanyaan menggantung: mampukah Raul memanfaatkan kesempatan ini untuk menunjukkan talentanya dan menjadi awal dari karir sepak bola profesional yang diimpikannya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Harapan Baru Timnas Indonesia

Bab 1: Gemuruh di Bawah Langit Senayan

Debar jantung Raul terasa seirama dengan gemuruh puluhan ribu suporter yang memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno. Malam itu, lampu sorot stadion membelah kegelapan, menerangi hamparan rumput hijau yang terasa sakral bagi setiap pesepak bola muda di negeri ini, termasuk dirinya. Di bangku cadangan tim Garuda Muda U-17, Raul meremas erat jari-jarinya. Ini bukan sekadar pertandingan persahabatan; ini adalah panggung pertamanya di bawah sorotan lampu GBK, mimpi yang ia rajut sejak menendang bola plastik di gang sempit kampung halamannya.

Usianya baru menginjak 16 tahun, namun bakatnya mengolah si kulit bundar sudah menjadi buah bibir di kalangan pelatih akademi. Kelincahannya menusuk pertahanan lawan, visi bermain yang matang, dan tendangan kaki kiri yang akurat membuatnya dijuluki "Si Kancil" oleh teman-teman seangkatannya. Namun, malam ini, ia hanya bisa menyaksikan dari tepi lapangan, menunggu kesempatan yang entah kapan datangnya.

Di lapangan, kapten tim, Arya, dengan gagah mengomandoi lini tengah. Posturnya tinggi tegap, umpan-umpannya terukur, dan semangatnya membara. Raul mengagumi Arya, senior yang selalu memberikan motivasi dan tak jarang berbagi ilmu di sesi latihan. Namun, jauh di lubuk hatinya, Raul menyimpan ambisi untuk suatu hari berdiri di posisi itu, memimpin serangan tim dari lini tengah dengan gayanya sendiri.

Pertandingan berjalan sengit. Tim tamu dari Malaysia memberikan perlawanan ketat. Skor masih imbang 1-1 hingga menit ke-75. Pelatih tampak gelisah di pinggir lapangan, sesekali memberikan instruksi dengan nada tinggi. Raul semakin merasakan tekanan atmosfer GBK. Riuh rendah suporter, sorakan, dan nyanyian membahana menciptakan gelombang energi yang bisa membuat nyali ciut.

Tiba-tiba, asisten pelatih menepuk bahunya. "Raul, siap-siap. Kamu akan masuk."

Jantung Raul berdegup kencang. Ini dia, kesempatan itu datang juga. Ia berdiri, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Instruksi singkat dari pelatih terngiang di telinganya: "Bebaskan dirimu, Raul. Tunjukkan apa yang kamu punya."

Saat namanya dipanggil oleh ofisial pertandingan, Raul menarik napas dalam-dalam dan berlari kecil menuju garis lapangan. Gemuruh suporter terasa semakin membahana, menyambut pemain muda yang akan mencoba mengubah jalannya pertandingan. Di benaknya, terlintas wajah kedua orang tuanya yang selalu memberikan dukungan tanpa henti. Ia tidak boleh mengecewakan mereka.

Sentuhan pertama Raul di lapangan tidak terlalu istimewa, sebuah umpan pendek ke bek sayap. Namun, pergerakannya setelah itu menunjukkan kelasnya. Ia bergerak lincah mencari ruang di antara para pemain lawan yang terlihat lebih besar dan berpengalaman. Beberapa kali ia mencoba melakukan dribbling melewati pemain belakang Malaysia, namun masih bisa dihentikan.

Waktu semakin menipis. Skor masih imbang. Tekanan semakin terasa. Di tengah lapangan, Arya terjatuh setelah berduel dengan pemain lawan. Tim medis segera masuk lapangan. Raut wajah Arya terlihat menahan sakit.

Pelatih menoleh ke arah Raul. "Kamu ambil alih posisi Arya."

Raul mengangguk mantap. Ini bukan hanya sekadar menggantikan pemain yang cedera, ini adalah ujian sesungguhnya. Ia berdiri di lingkaran tengah, merasakan tatapan ribuan pasang mata tertuju padanya. Beban terasa berat di pundaknya, namun semangatnya membara lebih hebat.

Di sisa waktu yang krusial ini, mampukah Raul membuktikan kualitasnya? Bisakah "Si Kancil" menunjukkan tajinya di panggung sebesar Gelora Bung Karno? Dan yang terpenting, apakah malam ini akan menjadi awal dari perjalanan karir yang gemilang, atau hanya sekadar catatan kecil dalam buku sejarah sepak bola Indonesia? Babak selanjutnya akan segera dimulai, dan Raul berada tepat di tengah pusarannya.