Cherreads

Chapter 4 - Bayang-Bayang yang Bangkit

Bab 4 — Mata Erura

Sudah dua hari sejak insiden di laut dalam.

Ezora belum sadarkan diri. Ia terbaring di ruang medis kapal riset mereka, dikelilingi cahaya redup dan alat-alat pemantau yang berkedip pelan. Kabel dan sensor menempel di pelipis dan dadanya. Meski wajahnya tenang, setiap detak jantungnya memunculkan pola aneh di layar monitor—ritme yang tidak biasa.

Light belum beranjak dari sisi ranjang, matanya sembab karena kelelahan. Magi duduk tak jauh, tablet hologram di pangkuannya. Ia memantau fluktuasi energi dari tubuh Ezora, mencatat dengan ekspresi penuh pertanyaan.

"Kau lihat ini?" gumamnya pelan ke Light. "Gelombangnya nggak konsisten. Seolah tubuhnya berusaha menyesuaikan dengan sesuatu... dari luar."

Light tidak menjawab. Hanya menatap wajah adiknya.

Ezora menggeliat pelan. Mata kirinya terbuka setengah, tapi yang kanan...

Menyala.

Merah. Samar. Seperti bara api jauh di dalam retakan es.

Di alam bawah sadarnya, Ezora berdiri di tengah laut hitam yang tak berbatas. Ia tidak tenggelam. Tidak mengambang. Ia seperti tergantung di antara dua dunia.

Bayangan raksasa perlahan muncul dari kedalaman. Mata merahnya menembus pekat.

Suara menggema dari segala arah, seperti gema yang berasal dari tulang-belulang planet mati.

"Ambillah," bisik makhluk itu. "Bukalah matamu... Lihatlah dunia seperti yang kulihat. Kau bukan hanya manusia, Ezora. Putri kegelapan telah bangkit. Dan waktumu telah tiba, pewaris mataku. Pandora telah terbuka. Dan Erura akan bangkit"

Ezora menolak. Mundur. Tapi lantai air di bawahnya pecah, dan ia terhisap masuk.

**

Kilasan terakhir dari Eon-9.

Mereka turun ke kedalaman terakhir. Magi panik karena tekanan laut sudah mencapai batas desain.

"Kita nggak bisa lebih dalam! Sensor mulai kacau!" teriaknya.

Ezora tidak bergerak dari kursinya. Matanya tertutup, napas pelan.

"Dia... memanggilku," gumamnya.

Tiba-tiba tubuhnya bangkit. Tapi tak menyentuh lantai.

Ezora melayang.

Asharu mundur setengah langkah. Luna mencoba menyentuhnya, tapi cahaya merah menyambar dari mata Ezora dan menolak siapa pun mendekat.

Dalam sekejap, logam di dinding kapal meleleh. Sirene berbunyi. Panel-panel pecah. Air laut menyusup lewat celah.

Light berusaha menarik Ezora turun, tapi terdorong oleh gelombang tak kasatmata.

Kapal hancur dalam ledakan senyap.

Lalu, gelap.

***

Ezora terbangun. Nafasnya tercekat. Tubuhnya panas dan dingin bersamaan.

Light mendekat cepat, menggenggam tangannya. "Ezora... kamu bangun."

Ia menatap kakaknya, tapi sorot matanya berubah. Bukan kebingungan. Bukan takut. Hanya... dalam. Sangat dalam.

"Aku ingat semuanya," ucapnya. Suaranya pelan, tapi pasti.

Luna menarik tirai, berdiri di ambang pintu. "Apa yang kau lihat?"

Ezora menatap ke luar jendela. Laut malam bergelombang pelan di kejauhan.

"Aku kehilangan kendali. Tapi bukan karena aku ingin. Itu seperti... ada yang lain di dalam kepalaku. Yang membisikkan sesuatu. Yang membimbingku ke sana."

Ia menarik napas. "Bukalah matamu... karena putri kegelapan telah bangkit. Dan waktumu telah tiba, pewaris mataku. Pandora telah terbuka. Dan Erura akan bangkit."

Kata-kata itu keluar begitu saja. Tanpa emosi. Tanpa getaran.

Magi berdiri perlahan. "Itu... kalimat yang sama. Dari artefak Zona-9."

Ezora menutup matanya sejenak. "Aku nggak cuma mendengar suaranya. Aku melihatnya. Ia melihat balik. Dan sebagian dari diriku... menjawab panggilannya."

Sunyi.

Light, Luna, Magi—semua tak bisa berkata-kata. Mereka tahu, sejak saat itu, segalanya telah berubah.

Dan mata kanan Ezora masih menyala redup.

More Chapters